The Indonesian Forum Seri 52; “Ekspektasi Milenial Pasca Pemilu 2019”

By Admin


nusakini.com - Jakarta - The Indonesian Institue (TII) kembali mengadakan diskusi rutin bulanan, “ The Indonesian Forum” seri 52, yang bertajuk “Ekspektasi Milenial Pasca Pemilu 2019”, di The Indonesian Intitute Office, Jl. HOS Cokroaminoto No. 92, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (12/2/2019)

Adapun yang menjadi pemantik diskusi pada The Indonesian Forum kali ini, ialah para millenials yang berasal dari beragam lingkungan. Diantaranya Oke Fifi Abriany, Tim Komunikasi Lingkar Temu Kabupaten Lestari, Dharma Anjarrahan, Co-founder dan CEO Vestifarm, Agus Hidayat, Wakil Ketua Bipolar Care Indonesia, Fadel Basrianto, Peneliti Bidang Politik TII. Adapun diskusi yang berjalan ciamik pada siang hari itu, dipandu langsung oleh peneliti senior bidang politik TII, Arfianto Purbolaksono. 

Pada segmentasi pertama, diskusi dimulai dengan paparan Fadel akan ciri karakterisitk generasi milenial yang ditandai dengan adanya tingkat kreativitas (brain), kepercayaan diri (belief), keterikatan satu sama lain (connectedness), dan penggunaan teknologi yang tinggi (digital native). Kemudian dijelaskan lebih lanjut, bahwa kondisi sosio-demografis kaum milenials hari ini, telah menempati 24 persen dari jumlah penduduk Indonesia. 

Akan tetapi ditengah kenyataan demografis yang sangat menguntungkan tersebut, tersimpan problema yang cukup serius dari segi sosio-politik lanjut Fadel. Kecenderungan generasi milenial hari ini, ternyata belum memiliki sikap politik yang solid, keengganan dalam membahas isu politik, dan rendahnya intensitas mengikuti berita politik. Hal ini tentunya tidak terlepas dari keresahan-keresahan generasi milenials akan terbatasnya lapangan kerja, tingginya harga sembako dan kemiskinan, yang berimbas pada tingkat kepercayaan mereka terhadap pemerintah menjadi cukup rendah (di bawah 50 persen) dan kecenderungan untuk bersikap apolitis terhadap perayaan akbar Pemilu serentak 2019.  

Selain itu, banyaknya persoalan lingkungan yang terjadi saat ini, seperti ancaman degradasi hutan Indonesia dan tingginya kerugian korupsi di bidang sumber daya alam (SDA), menjadi salah satu isu perhatian yang menyebabkan para milenial kecewa terhadap kondisi perpolitikan hari ini. Kenyataan tersebut, dijelaskan oleh Fifi secara lugas, dengan menyebutkan bahwa ketidakpastian hukum dan perencanaan kawasan hutan yang buruk, rentannya perizinan terhadap tindak suap, maraknya obral izin usaha hutan dengan tujuan modal, dan mahalnya ongkos politik, menjadi penyebab utama terhadap maraknya praktik korupsi SDA. 

Sementara itu, menurut Agus, salah satu alasan yang menambah rentetan kekecewaan para milenials terkait harapan perpolitikan hari ini, ialah terkait isu disabilitas dan kesehatan mental, yang seringkali luput dari pehatian para pemangku kebijakan. Kondisi disabilitas mental seperti kecemasan, depresi, bipolar, skizofrenia, dan gangguan kepribadian, yang saat ini melanda sebagian besar kaum milenials kurang mendapat jaminan dan perhatian dalam peraturan dan regulasi di Indonesia. Hal ini berbeda dengan kebijakan-kebijakan negara lain, seperti sistem pencegahan bunuh diri di Korea, program kesehatan mental di sekolah oleh Australia, dan unit Community Mental Health Center di negara-negara maju lain, tungkas Agus. 

Adapun di sisi lain, Dharma juga menambahkan, bahwa isu terkait fintech dan perusahaan startup yang saat ini digandrungi oleh kaum milenials, juga kurang mendapat perhatian dan akomodasi oleh para pemangku kebijakan. Minimnya peraturan yang menjamin kepastian hukum implmentasi fintech dan startup, memberi imbas terhadap terhambatnya inovasi dan kreasi para kaum milenilas. Hal ini secara tidak langsung tentunya dapat dapat mempengaruhi kesejahretaan ekonomi mereka.   

Dengan demikian, dipenghujung diskusi, terbangun kesepakatan bahwa ekspektasi milenial pascapemilu 2019, terlepas dari siapapun yang terpilih, dituntut untuk memperbaiki kemiskinan, harga kebutuhan pokok dan perluasan lapangan pekerjaan, perhatian terhadap isu lingkungan dan kesehatan mental, serta kepastian hukum yang dapat mempermudah dan menjamin kelancaran fintech dan startup di Indonesia. Selain itu, dalam rangka menjelang pemilu serentak yang akan digelar 17 April 2019 nanti, diharapkan juga untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan konten kampanye yang sarat akan hoax serta isu SARA. Hal lebih diharapkan oleh kaum milenial untuk kembali memupuk rasa optimismenya akan harapan perpolitikan mendatang, ketimbang menghadirkan keterwakilan juru kampanye dari kaum milenial namun dengan konten kampanye yang demikian. (s/ma)